Sabtu, 07 Maret 2009

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDONESIA

Pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia

Premis : Pembangunan berkelanjutan dalam era globalisasi membutuhkan
Sumber Daya Manusia berkualitas
Fakta : Tingkat persaingan Indonesia dalam globalisasi terendah di Asia.
Kesimpulan : Perlu reformasi dunia pendidikan dan perubahan paradigma pendidikan
untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas, dengan
memberdayakan masyarakat lokal, untuk mendorong pembangunan
berkelanjutan di Indonesia.

I. Kondisi SDM di Indonesia

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi yaitu upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keterampilan, serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global. Dalam kaitan tersebut setidaknya terdapat dua alasan penting menyangkut kondisi sumber daya manusia di Indonesia.
1. Adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkata kerja nasioal pada krisis ekonomi sekitar 92,73 juta orang. Sedangkan jumlah kesempatan kerja yang ada hanya 87,67 juta orang. Dan terdapat 5,06 juta orang penganggur terbuka dan jumlahnya terus meningkat sampai saat ini sudah mencapai 8 juta orang.
2. Tingkat pendidikan angkatan kerja yang relatif rendah. Struktur pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pendidikan dasar sekitar 63,2 %.
Kedua masalah tersebut menunjukan adanya kelangkaan kesempatan kerja di Indonesia dan rendahnya kualitas tenaga kerja secara nasional pada berbagai sektor ekonomi. Lesunya kegiatan dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara disisi lain jumlah lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Sampai tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Hal ini memberikan dampak terhadap semakin meningkatkannya penggangguran dikalangan sarjana Indonesia. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi angka penangguran sarjana Indonesia lebih dari 300.000 ribu orang.
Fenomena meningkatnya angka pengangguran sarjana di Indonesia seyogianya perguruan tinggi ikut bertanggung jawab. Pengangguran sarjana sebenarnya merupakan kritik terhadap perguruan tinggi, karena ketidakmampuan menciptakan iklim pendidikan yang mendukung perkembangan wirausaha dikalangan lulusan sekaligus menciptakan SDM yang mampu mengendalikan pembangunan melalui konsep pembangunan berkelanjutan. Persoalan SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh tenaga kerja yang produktif. Keberhasilan pembangunan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 7 % setiap tahun sebelum krisis, ternyata berasal dari pemanfaatan sumber daya alam secara intensif dan ekploitatif seperti hasil hutan, dan hasil tambang. Eksploitasi sumber daya alam dilakukan melalui arus modal asing berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi bukan berasal dari kemampuan produktivitas sumber daya manusia yang tinggi. Tetapi Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan sampai saat ini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat rendahnya kualitas SDM dalam menghadapi persaingan ekonomi global.

II. Pemanasan Global menyebabkan Kebangkrutan Pembangunan dan runtuhnya Pahan
Enviromentalisme.

Akibat exploitasi sumber daya alam khususnya hutan tropis pada beberapa Negara didunia menyebabkan terjadinya pemanasan global. Lapisan Es di kutub Utara mencair dan menyebabkan permukaan air laut meningkat. Kondisi ini menyebabkan terjadi bencana dimana-mana. Di Indonesia terjadi gempa bumi dan ztunami, gelombang pasang, banjir, tanah lonsor, angin puting beliung serta beberapa bencana lain. Dunia gerah melihat perilaku kondisi iklim yang berubah, akibat pemanasan global. Perubahan iklim ini mamaksa PBB membahas persoalan-persoalan pasca berakhirnya Protokol Kyoto yaitu kesepakatan internasional yang mengatur hubungan antara Negara-negara diutara dan selatan dunia berkenan dengan pengaturan pembuangan gas rumah kaca, yang mempengaruhi perubahan iklim. Sebagai tindak lanjut dari protokol Kyoto telah dilakukan pertemuan pemanasan global di bali tahun 2007 lalu. Salah satu pokok persoalan yang dibahas eveluasi terhadap perusahaan international yang beroperasi diberbagai belahan dunia termasuk di Indoesia, serta implikasinya terhadap degradasi ekologi yang memberikan pengaruh terhadap perubahan iklim. Selama ini international corporate memberikan soft terapy kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui konstruksi program Corporate Social Responsibility (CSR), maka Pemerintah Indonesia juga harus mengimbangi dengan memberikan Solf Strategy, yang tergantung pada intensitas isu yang dominan. Isu dominan yang mendapat perhatian Negara-negara berkembang yaitu implikasi luas dari masuknya model investasi dari Negara-negara maju ke Negara-negara berkembang dan berbagai sektor turut mendorong efek rumah kaca. Oleh karena itu Negara-negara maju ikut bertanggung jawab, dengan mengeluarkan invetasi baru melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap sektor pembangunan yang rusak akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali. Pemanasan global menyebabkan kebangkrutan pembangunan. Pola pembangunan pada berbagai Negara yang mendorong pertumbuhan dan exloitasi sumber daya alam secara tidak terkendali telah melahirkan kesengsaraan bagi umat manusia.
Pemerintah Indonesia selama ini banyak memberikan penghargaan adipura, adiwiyata, wirakarya, satyalencana da kalpataru. Penghargaan ini diberikan kepada orang atau organisasi yang berjasa dalam melakukan tindakan penyelamatan terhadap lingkungan hayati baik didarat maupun dilaut. Namun Indonesia disebut sebagai emitor ketiga didunia yang menyumbangkan efek rumah kaca. Oleh karena itu penghargaan diberikan Pemerintah Indonesia itu tidak dapat menyangkal apa-apa. Padahal memberikan Reword tersebut berupakan tradisi tahunan.
Perubahan iklim juga menyebabkan runtuhnya paham enviromentalisme, atau paham lingkungan. Pahan ini Berjaya pada masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia, Mahatmir Muhammad di Malaysia dan Ferdinand Marcos di Philipina. Margaret Tacher di Inggris, dan Ronald Reagen di Amerika. Enviromentalisme menjadi penghambat neoliberalism pada zaman tersebut. Kejayaan kaum enviromentalisme ternyata tidak dapat membutktikan diri untuk mempertahankan kawasan hutan tropis di Brazil, Indonesia dan beberapa Negara di Afrika untuk tidak menyusut. Saat ini Kondisi hutan tropis di Indonesia tinggal 70 juta hektar jauh menyusut akibat pembangunan 30 tahun lalu. Pada abad 21 negara-negara di Asia, seperti Indonesia, Myanmar, Kamboja, Thailand, Malaysia, Philipina tak terelakan akibat krisis ekonomi. Krisis ekonomi berdampak pada krisis politik. Hal itu memperlihatkan bahwa pembangunan sebelumnya tidak mampu mempertahankan permbangunan berkelanjutan. Pembangunan lebih terfokus exploitasi sumber daya alam, tanpa melestarikan sumber daya alam bagi anak cucu kita di masa datang. Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, tetapi lebih luas dan kompleks. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kegiatan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Deklarasi keragaman budaya UNESCO lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyatakan bahwa keragaman budaya penting bagi manusia, sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam. Dengan demikian pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral dan spiritual. Dalam pandangan ini keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari kebijakan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu konsep pembangunan berkelanjutan dalam era globalisasi saat ini membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas , yang menyangkut aspek ekonomi, budaya dan lingkungan. Hal itu sangat penting agar pelaksanaan pembangunan juga dapat dinikmati oleh anak cucu kita dimasa datang. Pembangunan bukan ditujukan untuk generasi masa kini, tetapi untuk generasi yang akan datang. Untuk itu Sumber daya manusia yang diciptakan itu harus berwawasan global, dan mampu bertindak lokal, dan sebaliknya berwawasan lokal namun mampu bertindak global.

III. SDM Indonesia terendah di Asia

Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lampau. Rendahnya alokasi APBN untuk pendidikan tidak lebih dari 12 %. Dalam pemerintahan era reformasi saat ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah waktunya bagi pemerintah Indonesia termasuk pemerintah Provinsi dan kabupaten/Kota membangun SDM yang berkualitas. Sekarang bukan saatnya untuk membangun SDM dengan kekuatan asing. Tetapi sebaliknya bangsa Indonesia sudah seharusnya mengelola sumber daya alam yang cukup melimpah dengan kemampuan sumber daya manusia yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasional.
Pada abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan dimana Negara-negara didunia menjadi satu kekuatan pasar yang terintegrasi dengan tanpa rintangan batas territorial antara Negara. Dalam globlalisasi yang menyangkut hubungan interegional dan internasional akan terjadi persaingan antar Negara. Indonesia menurut Word Competitive Report menempati urutan ke 45 atau terendah dari seluruh Negara yang diteliti. Indonesia memiliki tingkat kompetisi yang rendah di banding Negara Asia lainnya. Sedangkan Singapura menempati urutan 8 didunia. Malaysia 34, Cina 35, Philipina 38 dan Thailand 40. Ini menunjukan kemampuan kompetisi dalam persaingan global masih rendah dibanding beberapa Negara di Asia.
Sementara kalau dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia sesuai laporan UNDP, maka sebenarnya terjadi perbaikan dalam indeks pembangunan manusia Indonesia. Namun perlu dipertanyakan apakah perbaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran bangsa Indonesia, sekaligus meningkatkan kualitas SDM Indonesia dalam persaingan pada tingkat global. Perbaikan IPM memang menjadi ukuran bagi setiap Negara untuk melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan. Apalagi IPM berdasarkan Laporan UNDP yang membagi Negara-negara didunia dalam tiga kategori, yaitu Negara dengan IPM tinggi, menengah dan rendah. Sejak tahun 1990 UNDP mulai mengelurkan laporan resmi tentang Indeks Pembangunan Manusia. HDI menberikan definisi kesejahteraan lebih luas dari dari sekedar pendapatan domestic bruto. HDI memberikan gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia yaitu panjang umur dan menjelani hidup sehat yang diukur dengan usia harapan hidup, terdidik diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa, dan tingkat pendaftaran disekolah dasar, dan memiliki standar hidup yang layak diukur dengan paritas daya beli. Indeks tersebut bukanlah sebuah ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia. Pada tahun 2005 Indonesia menempati urutan 110 dari 177 negara, dengan indeks 0,697, turun dari posisi sebelumnya di urutan 102 dengan indeks 0,677 pada tahun 1999. Posisi Indonesia ini ternyata cukup jauh dibandingkan dengan Negara-negara tetangga seperti Malaysia urutan 61 dengan nilai indeks 0,798 dan Thailand berada pada urutan 73 dengan indeks 0,778. Philipina urutan 84 dengan indeks 0,758 dan Vietnam urutan 108 dengan nilai 0,704.
Namun pada tahun 2006 Indonesia mengalami kemajuan dalam IPM mencapai 0,711 dan berada di urutan 108, mengalahkan Vietnam dengan nilai 0,709. Kecenderungan dari angka IPM Indonesia terus mengalami kenaikan dan semakin mempersempit ketertinggalan Indonesia dari Negara lain. Pada akhirnya tahun 2007 angka IPM Indonesia sedikit lebih meningkat dibanding tahun 2006 yang mencapai 0,728 yang dikeluarkan UNDP tanggal 27 November 2007. Indonesia masih tetap menempati posisi 108 dari 177 negara. Dengan IPM tersebut Indonesia berada dalam kategori Negara sedang.
Namun perbaikan IPM Indonesia itu masih tetap berada dibawah beberapa Negara di Asia, seperti Malaysia, China, Singapura, dan Philipina Bahkan perbaikan IPM sampai tahun 2007 ini, belum mampu memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kualitas SDM Indonesia dalam persaingan global. Globalisasi ekonomi mau tidak mau, suka atau tidak suka harus tetap berhadapan dengan Globalisasi. Perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia antara lain masuknya produk dari berbagai Negara. Pembiayaan perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi portofolio kesemua Negara didunia. Jaringan informasi suatu Negara demikian cepat, karena kemajuan teknologi. Jaringan komunikasi yang semakin canggih dan maju ikut mendorong terbukanya pasar ke berbagai belahan dunia. Demikian pula dengan kegiatan business corporate yang bergitu berkembang dan ketergantungan ekonomi antar Negara.
Oleh karena itu masalah daya saing dipasar global yang semakin terbuka merupakan isu kunci dan tantangan yang tidak ringan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Tanpa dibekali denga keunggulan daya saing, akan sulit bagi produk suatu Negara termasuk Indonesia dapat menerobos pasar global. Oleh karena itu upaya meningkatkan daya saing dan membagun keunggulan kompetitif pada semua sektor tidak boleh ditunda-tunda. Hal itu harus menjadi perhatian utama tidak hanya dari pelaku ekonomi, tetapi juga dari kelompok birokrasi dan masyarakat yang merupakan lingkungan kerja dari business corporate.
Realitas globalisasi yang demikian membawa implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi hanya dapat didukung oleh SDM yang handal. Salah satu problem struktur yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah pendidikan merupakan subkoordinasi dari pembangunan ekonomi. Itulah sebabnya problem utama dari pembangunan sumber daya manusia di Indonesia adalah terjadinya Misalocation of Human Resources. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal itu sejalan dengan orientasi pertumbuhan ekonomi. Kondisi demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM. Kenyataan menunjukan banyak lulusan terbaik pendidikan tinggi masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan persoalan ekonomi, tetapi mengikuti aliran ekonomi kongglomerat, sehingga mempertajam kesenjangan ekonomi.

IV. Kesimpulan

Pada masa pasca reformasi belum juga ada proses legitarianisme yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bangsa. Reformasi yang terjadi barulah pada reformasi politik, belum pada reformasi ekonomi, yang substantial untuk memecahkan problem struktur ekonomi. Dengan demikian pada era reformasi ini alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan yang menciptakan konsentrasi eknomi. Sementara disisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaan yang muncul keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC, WTO dalam rangka apa. Bukanlah keterlibatan dalam organisasi glogal tersebut justru akan menciptakan pengangguran dan kemiskinan, karena kualitas SDM yang rendah. Dengan begitu jika Indonesia tidak bisa menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada dan hanya mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada, dan upah tenaga kerja yang murah, maka terdapat kecenderungan menjual bangsa ini hal itu menyebabkan semakin menciptakan ketergantungan pada Negara-negara maju.
Oleh karena itu kebijakan link and match perlu mendapat tempat sebagai strategi pembangunan yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match belum terimplementasikan dalam kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan SDM berkualitas. Bangsa Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ternyata tidak dapat dikelola dengan memanfaatkan potensi SDM yang ada. Hal ini karena model pembangunan yang dilakukan tidak mampu menciptakan local genuin. Yang terjadi SDA yang tersedia semakin banyak dikuasai oleh asing. Sekalipun Indonesia mampu menciptakan SDM yang berkualitas yang menguasai teknologi, tetapi kalau tidak berbasis pada sumber daya yang dimiliki (Resourcess base), maka ketergantungan keluar akan tetap berlanjut dan semakin mendalam.
Untuk itu harus ada Shiffting Paradigm atau perubahan paradigma, sehingga proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang dapat mengolah sumber daya alam yang ada, sehingga bisa membentuk kemandirian ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut dapat terwujud sampai ke daerah-daerah, maka harus ada koreksi total terhadap kebijakan pembangunan pada tingkat makro dengan berbasiskan pluralitas daerah. Dengan demikian akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan kapasitas masyarakat lokal Pemberdayaan masyarakat lokal . Penciptaan kapasitas masyarakat lokal sangat penting untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Wim Poli (2008) Artikel Perekonomian dan Strategi Pembangunan.
2. Indonesia Human Development Report ( 2004), The economics of
Democracy, financing Human Development In Indonesia.
3. Marie Muhammad , (2004) Esensi Pembangunan Manusia
Indonesia, Koran tempo.
4. Climate Change Conference, Bali 2007.
5. http://WWW.kpshk.org/index.hph.option. tentang runtuhnya
pahan enviromentalisme.
6. http://in.wikipedia.org./ sustainable development
7. http://id Wikipedia.org/Pembangunan berkelanjutan.
8. http://www.duniaesai.com/ekonomi/eko7.html.
9. Press Realeases , Human Development Report 2007/2008,
Climate change will satotage Indonesia’s fight agains poverty
UNDP Report focuses on the Forgotten of Climate Change.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar