Sabtu, 07 Maret 2009

ARAH PEMBANGUNAN INDONESIA

Arah Pembangunan Indonesia
Premis : Arah Pembangunan Indonesia, belum bertumpuh pada stabilitas demokrasi dan ekonomi.
Fakta : Arah perkembangan Ekonomi Indonesia berubah-ubah dari satu orde ke orde lainnya.
Kesimpulan : Indonesia perlu arah pembangunan yang jelas dan terarah , yang bertumpuh pada stabilitas demokrasi dan ekonomi.

Pengalaman Pembangunan di Indonesia

Arah pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangan bangsa. Sejak menyatakan diri sebagai Negara berdaulat tanggal 17 Agustus 1945, arah pembangunan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, kendati pernah menggunakan UUD sementara dan UUD RIS. Dalam pelaksanaan pembangunan sampai saat ini terdapat orde pembangunan yaitu orde lama, orde baru dan orde reformasi .
Dalam orde lama arah pembangunan Indonesia lebih terfokus pada sistem demokrasi Parlementer tahun 1950-1958. Pada saat itu terjadi ketidakstabilan politik, yang ditandai dengan berubah-ubahnya kebijakan pembangunan, karena terlalu sering terjadi pergantian Kabinet. Akibatnya kebijakan ekonomi tidak efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sistem politi dan ekonomi kemudian berganti dengan demokrasi terpimpin tahun 1959-1965 yang menjanjikan pemerintahan yang kuat dan peranan Negara yang dominan dalam mengendalikan kegiatan perekonomian. Namun sistem tersebut tidak juga berhasil mengangkat bangsa Indonesia dari keterpurukan Ekonomi, maka terjadilah krisis ekonomi yang cukup berat.
Akhirnya tampil Orde baru yang berkuasa tahun 1966-1998. Dalam masa orde baru terjadi kestabilan politik yang panjang di Indonesia, namun proses demokrasi berjalan semu. Hal itu karena DPR yang merupakan wakil rakyat, ternyata hanya simbolik belaka. Kekuatan Negara begitu dominan dalam perekonomian.
Problem ekonomi yang diwariskan orde baru adalah kebijakan ekonomi bersifat sentralistik dan Stated Centred. Kekuatan negara begitu dominan sehingga dikenal sebagai Big Government. Orde baru berhasil dalam menciptakan stabilitas ekonomi yang cukup panjang, namun menjamurnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, karena kekuatan ekonomi terkonsentrasi pada kelompok kongglomerat dalam lingkup big government.
Namun selama berkuasa lebih dari 30 tahun, orde baru telah berhasil mengangkat kondisi kehidupan ekonomi dan sosial secara sangat berarti. Penghasilan perkapita meningkat dari hanya US $ 70 pada tahun 1960an menjadi lebih dari US $ 1.000 pada pertengahan tahun 1990an. Prasarana yang langsung melayani masyarakat maupun yang mendukung kegiatan ekonomi dibangun secara luar. Kemiskinan menurun drastis. Berbagai indikator kesejahteraan sosial mulai dari harapan hidup, tingkat kecukupan gizi, tingkat kematian ibu dan anak, sampai pada tingkat partisipasi pendidikan, ketersediaan air bersih dan perumahan. Semuanya menunjukan perbaikan yang cukup berarti. Indonesia menjadi contoh Negara yang sukses dalam pembangunan.
Orde baru kemudian jatuh karena adanya tiga hal yaitu kepengapan politik, makin meluasnya korupsi dan kronoisme serta kondisi kehidupan yang berat akibat krisis ekonomi berkepanjangan. Namun orde baru memberikan tiga pelajaran penting yaitu pertama kinerja ekonomi yang berkesinambungan. Kedua kelangsung hidup dari suatu orde politik ternyata ditentukan pula oleh faktor-faktor lain, seperti keterbukaan dan tatakelola pemerintahan (Good Governance). Ketiga dalil bahwa krisis ekonomi yang berat diikuti dengan pergantian orde politik kembali terbukti.
Orde reformasi muncul untuk mencari keseimbangan baru. Dalam era reformasi Indonesia seharusnya belajar dari pengalaman orientasi pembangunan pada orde lama maupu orde baru, sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama. Dalam era reformasi yang telah menghasilkan 4 Presiden namun belum mampu membawa Indonesia keluar dari krisis. Padahal melalui proses reformasi, telah berhasil merubah sisten sentralisasi yang dianut orde baru, diganti dengan sisten desentralisasi. Muncullah daerah-daerah otonom yang diharapkan dapat memacu perkembangan pada masing-masing daerah. Kekuatan demokrasi dan desentralisasi harus tetap dipelihara. Namun Indonesia masih berada pada Zone Kritis untuk keberhasilan demokrasi. Penghasilan perkapita Indonesia tahun 2006 sekitar US $ 4.000.- masih jauh dari angka batas aman US $ 6.600. strategi yang harus dilakukan adalah secepat mungkin meninggalkan zone bahaya tersebut. Bila pertumbuhan ekonomi 7 %, per tahun dengan laju pertumbuhan penduduk 1,2 % per tahun, maka penghasilan perkapita akan tumbuh sekitar 5,8 %. Dengan laju pertumbuhan tersebut, Indonesia akan berhasil mencapai ambang zone aman untuk keberhasilan demokrasi selama 9 tahun. Tetapi bila laju pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari 7 tahun, maka waktu untuk mencapai zone aman bagi demokrasi semakin panjang atau lama.
Menurut Anwar Syah dalam tulisannya implementing decentralized local governance :A Treacherous Road with potholes, distours ada road closures mengatakan bahwa setelah lebih dari dua dekade kini muncul proses pengambilan keputusan pada tingkat masyarakat lokal. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat lokal sangat penting dalam memantapkan prinsip-prinsip desentralisasi. Pengembangan desentralisasi sesuai dengan kondisi local government, dengan fokus pada proses pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat lokal. Local Government mempunyai kewenangan dalam political decentralization, administration decentralization dan fiscal decentralization. Beberapa Negara di Amerika Latin seperti Argentina dan Mexico telah menerapkan peranan local government untuk pelayanan sosial (social service provision). Untuk desentralisasi fiskal meliputi kewenangan untuk pengelolaan penerimaan, pengeluaran dan pinjaman khusus daerah otonom. Kunci dari pendekatan desentralisasi menurut Anwar syah adalah big push versus small step, botton up versus top down dan uniform versus asymmetric decentralization.
Pendekatan tersebut akan memberikan konsentrasi yang berbeda dalam pelaksanaan desentralisasi. Pendekatan Big Bang atau big push mempunyai dua karakteristik yakni komprehensif dan implementasinya secara cepat dalam arti menginginkan perubahan secara cepat dibanding dengan gradual atau perubahan secara bertahap. Pendekatan botton up dalam desentralisasi merupakan type komunikasi untuk mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan top down dalam proses desentralisasi berupa blue print Pemerintah Nasional atau Pemerintah Pusat. Sementara itu Asymmetric Decentralization menyatakan secara tidak langsung status legalitas dari konstituen. Terdapat tanggung jawab yang berbeda yang diberikan kepada wilayah dengan kategori kota besar, kota kecil dan desa. Sedangkan tanggung jawab dalam uniform decentralization lebih bersifat homogen terutama dalam aspek kebijakan fiskal. Sedangkan Asymmetry pada sisi lain memberikan tanggung jawab yang berbeda dalam bidang politik, fiskal, dan kapasitas teknis lainnya.
Pengalaman Indonesia dengan keluarnya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 telah memberikan langkah terhadap penerapan Political Decentralization dan Expenditure Decentralization (pengeluaran desentralisasi) kepada pemerintahan lokal. Kewenangan tersebut meliputi pelayanan publik, pembangunan pendidikan, kesehatan, budaya, kerja publik, pembangunan pertanian, komunikasi, lingkungan, manajemen pertanahan, investasi modal, tenaga kerja, koperasi, manajemen manufaktur dan perdagangan. Kewenangan tersebut dibagi lagi menjadi kewenangan kecamatan, kota besar dan kota kecil serta desa. Sedangkan fungsi pemerintah pusat terkait dengan keadilan, pertahanan, kepolisian, dan kebijakan moneter. Fungsi lainnya diberikan kepada pemerintahan lokal. Hal ini untuk memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada daerah otonom sebagai bagian dari proses botton up. Implementasi botton up di Indonesia ternyata masih jauh dari tanggung jawab Pemerintahan lokal. Hal ini karena beberapa alasan :
1. Kekurangan dari beberapa pajak desentralisasi artinya bahwa pemerintah lokal lebih senang dengan kenaikan pengeluaran tanpa adanya pengalaman/penelitian terhadap kenaikan penerimaan dari pajak. Hal ini menyebabkan terjadinya mismanagement kebijakan fiskal dalam pengeluaran publik.
2. Pemerintahan lokal lebih suka menciptakan pajak-pajak baru, tetapi tidak melakukan pengawasan yang ketat terhadap sumber-sumber pengenaan pajak. konsekwensinya terjadi distorsi dalam penerimaan pajak..
Namun ironisnya Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang memiliki performance terbaik dalam orientasi program transfer fiskal. Hal itu karena Indonesia memiliki system transfer fiskal yang baru yang disebut fiscal equalization atau Dana Alokasi Umum. Tetapi transfer fiscal Dana Alokasi Umum di ditentukan oleh kalkulasi formula berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, pembiayaan dan tingkat kemiskinan. Sedangkan kapasitas fiskal didasarkan pada estimasi penerimaan daerah. Tetapi kenyataannya kewenangan tersebut diterapkan secara sewenang-wenang, dan menimbulkan gap antar daerah, sehingga terjadi negative fiscal balances. Sedangkan dalam operasional birokrasi pemerintahan lokal terdapat kekurangan (deficiency), terutama dalam transfer kewenangan birokrasi dari pemerintah pusat ke pemerintahan lokal, baik dalam sektor swasta, dan masyarakat sipil (Civil Society). Untuk itu menurut Anwar Syah pemerintah Indonesia perlu melakukan apa yang disebut Result oriented management and evalution atau ROME. Pendekatan ROME yaitu:
1. Pemerintah sebagai provider pelayanan publk.
2. Insentif dan kompetisi dalam pelayanan publik.
3. Kontrak/ program kerjasama yang berdasar pada spesifikasi output dan target serta alokasi pendapatan.
4. Manajemen yang fleksibel tetapi tanggung jawab pencapaian hasil.
5. Perlu insentif untuk efisiensi biaya.
6. Adanya tanggung jawab botton up.
Sementara itu Josep Stiglitz kita perlu belajar dari krisis yang terjadi. Krisis yang terjadi di negara-negara Asia maupun Amerika latin telah menimbulkan pemikiran yang salah dari IMF. IMF seperti perusahaan business ketimbang menyelesaikan krisis. IMF mendorong institusi demokrasi pada suatu bangsa/Negara, tetapi disisi lain memguburkan proses demokrasi, melalui berbagai kebijakannya. IMF arogan dan tidak melihat kenyataan yang terjadi pada Negara-negara berkembang, development countries. Sebelum krisis Negara-negara Amerika Latin dan Asia Timur termasuk Indonesia merupakan Negara mengalami surplus pendapatan nasional, dengan mendorong invetasi dalam bidang pendidikan dan infrastruktur yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Stiglitz krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia membutuhkan lebih banyak perhatian dari semua pihak. Dalam penelitian Bank Dunia menggambarkan bahwa Indonsia terbagi dalam sekat-sekat sosial akibat terjadi kekacauan sosial dan politik. Dalam pertemuan di Kualumpur tahun akhir 1997, Stiglitz menyarankan kepada Bank Dunia, perlu kerjasama program moneter dan fiskal akan berperan dalam mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Sedangkan IMF tetap berdiri ditempat. Direktur Management keuangan IMF, Michael Condessus mengatakan bantuan diberikan kepada Negara-negara di Asia Timur dan mexico diluar target. Ia membuat catatan bahwa bantuan jangka pendek bagi Mexico dan Negara-negara di Asia Timur termasuk Indonesia membuat pengalaman tersendiri bagi Bank Dunia. Mexico berhasil melakukan recovery dengan bentuan IMF untuk memperkuat system ekonomi, pasca krisis. Namun Indonesia sangat berbeda dengan Mexico. Krisis politik dan sosial yang terjadi di Indonesia sangat explosive dibanding Mexico. Konflik yang terjadi menyebabkan terjadi capital flight secara besar-besaran. IMF menekan pemerintah Indonesia agar mengurangi pengeluaran pemerintah, terhadap subsidi untuk kebutuhan dasar masyarakat seperti, pangan, dan subsidi bahan bakar dibatasi. Namun tidak juga menyelesaikan masalah. Hal ini menurut Stiglitz menyebabkan Indonesia sulit keluar dari Krisis. Oleh karena itu Kebijakan IMF untuk Indonesia perlu dibenahi.
Sedangkan Menurut laporan UNDP, tahun 2004 tentang Human Development Index, Indonesia butuh lebih banyak investasi, tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga menjaga dan memelihara kelangsungan demokrasi. Untuk itu perlu diciptakan infrastruktur hukum yang fair dan compative, yang melandasi sistem perekonomian dengan menghilangkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme dan mengandalkan transparancyi dan akuntability kepada publik.
Reformasi diakui menggema ke semua lapisan masyarakat, namun secara ekonomi belum memberikan keuntungan bagi perbaikan hidup sebagian besar rakyat kecil di Indonesia, seperti kaum buruh, petani, nelayan dan guru. Rakyat kecil seperti petani, pedagang, buruh dan guru tetap tertinggal dan cenderung semakin miskin sebab pemerintah terus menaikan harga BBM tanpa diikuti kenaikan harga produk pertanian. Dalam era reformasi ini, masyarakat Indonesia terus menanti perubahan ke arah yang lebih baik sebagai bentuk semakin menguatnya kedaulatan rakyat. Meskipun belum banyak berubah, perjuangan reformasi berhasil mengembalikan kebebasan membentuk partai politik, mengeluarkan ide, gagasan bahkan demonstrasi dan boikot serta makin menguatnya lembaga politik di daerah. namun berpotensi menghasilkan disintegrasi nasional. Potensi disintegrasi nasional itu berupa semakin menguatnya politik aliran dan sekaligus termajinalnya rakyat karena kebijakan publik yang ditekan oleh kekuatan pasar. Di era reformasi pun korupsi masih merajalela dari institusi tertinggi hingga terendah. Tidak terkecuali adanya korupsi di kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan lembaga pengayom seperti Departemen Agama, pendidikan, kejaksaan, kehakiman, kepolisian dan TNI. Bahkan yang memprihatinkan lagi lembaga Penegak Hukum seperti Kejaksaan Agung kini diterpa, badai korupsi yang sangat menciderai eksistensi lembaga tersebut.

Dimensi Pembangunan Indonesia

Melihat pengalaman pembangunan yang dilakukan selama ini, baik dizaman orde lama, orde baru mapun orde reformasi,dan beberapa Negara di Asia Timur dan Amerika Latin maka menurut Profesor Doktor Boediono dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, mengatakan Indonesia sebenarnya sudah berada pada jalur yang benar ( The Right Track). Namun ini bukan berarti kita sudah pasti akan sampai pada tujuan yang diinginkan. Tidak ada jaminan untuk itu. Pada setiap tahap dalam perjalanan bangsa harus meliwati pilihan dan titik-titik persimpangan yang membutuhkan keputusan yang strategis. Karena tidak ada satu jalurpun yang paling benar dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai Negara.
Sebenarnya inti dari arah pembangunan di Indonesia adalah fondasi ekonomi dari demokrasi. Pada tahap awal pembangunan seharusnya diletakan pada pembangunan ekonomi. Sedangkan permintaan akan demokrasi akan bersemi pada tingkat kehidupan yang lebih tinggi. Pada tahap ini demokrasi akan semakin menuntukan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Dalam kondisi ini demokrasi dilihat sebagai meta institution yakni institusi induk yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya institusi yang berkualitas, yang efektif dan efisien dalam tatakelola atau governance. Untuk mewujudkan arah pembangunan Indonesia kedepan menurut Boediono, perlu ditopang dengan tiga rubrik besar yaitu kosehi sosial, kinerja ekonomi dan kelompok pembaharu. Kohesi sosial sangat penting dalam mempertahankan eksistensi bangsa ini. Oleh karena itu upaya nation building dari pendiri bangsa ini belum selesai dan tidak akan pernah selesai. Sedangkan kinerja ekonomi yang telah ditempu bangsa dalam era reformasi masih belum dapat mengangkat masyarakat dari keterpurukan. Oleh karena itu hambatan-hambatan terhadap pertumbuhan ekonomi yang timbul, karena proses demokrasi harus dapat dihilangkan. Bangsa ini harus mengambil posisi yang strategis dan jelas menyangkut keseimbangan antara demokrasi dan kinerja ekonomi. Untuk itu diperlukan adanya kelompok-kelompok pembaharu. Salah satu simpul kritis dalam pembangunan demokrasi dan ekonomi adalah kelompok pembaharu yang mampu menjadi pengawal demokratisasi. Beberapa catatan sejarah pembangunan demokrasi di beberapa Negara menunjukkan bahwa demokrasi dibajak ditengah jalan karena kelompok pengawalnya tidak kuat, menghadapi pijakan demokrasi. Kelompok pembaharu harus ditopang dengan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada kepentingan rakyat, bukan kelompok kongglomerat seperti yang dialami dalam masa orde baru. Pertumbuhan ekonomi harus disertai dengan pemerataan pendapatan dengan masyarakat miskin. Hal itu agar tujuan demokrasi dan reformasi untuk kepentingan rakyat, sebagai pemangku kedaulatan dapat terwujud. Sebaliknya harus menghindari upaya mengejar pertumbuhan ekononi yang terfokus pada praktek-praktek kolusi, korupsi dan kroni-isme antara pengusaha dan pengusaha, serta praktek monopolistik. Praktek tersebut dapat mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tidak sustainable. Atau berkelanjutan. Hal itu tidak akan melahirkan kelas menengah atau kelompok pembaharu yang memperjuangkan demokrasi dan good governance. Kelompok pembaharu dapat diciptakan melalui pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas.
disamping itu perlu pengembangan UKM dengan menciptakan iklim usaha yang kompetitif namun sehat. Berupaya menghilangkan kendala yang dihadapi kelompok usaha menengah, dan usaha berskala kecil. Arah Pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk menciptakan stabilitas ekonomi makro yang didukung oleh sistem financial dan perbankan yang efisien, termasuk perangkat regulasi yang mendukungnya. Kalangan dunia usaha merasakan melama ini banyak regulasi pemerintah pusat dan daerah yang tumpang tindih (over regulated). Melalui stabilitas ekonomi makro dan sistem financial diharapkan arus modal akan masuk ke Indonesia, sehingga roda kegiatan usaha dapat berkembang dinamis. Namun investasi yang masuk difokuskan pada investasi yang dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dengan demikian perbaikan ekonomi makro membawa dampak terhadap ekonomi mikro. Penciptaan iklim invetasi juga harus ditunjang dengan kebijakan publik yang ramah terhadap invetasi. Hal itu perlu didukung dengan penegakan supremasi hukum yang adil. Semua orang sama dihadapan hukum dan tidak ada diskriminasi dalam penerapannya. Selain itu menciptakan sistem pemerintahan yang dapat mencegah orang melakukan tindakan korupsi,kolusi maupun nepotisme. Hal ini sangat penting, mengingat saat ini korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat Negara, tetapi juga institusi pemerintah.

Kesimpulan
Bangsa Indonesia perlu belajar dari pengalaman masa pemerintahan orde lama, orde, baru maupun beberapa Negara di Asia dan Amerika Latin dalam mengatasi krisis untuk menetapkan rumusan yang jelas tentang arah pembangunan Indonesia. Arah pembangunan Indonesia kedepan diarahkan pada pemantapkan proses demokratisasi dan desentrasasi mulai dari pusat sampai ke daerah-daerah otonom secara transparan dan akuntabel, dengan tetap memelihara kosehi sosial. Untuk itu nation bulding harus tetap menjadi bagian dari pembangunan nasional. Mengejar pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi diatas 7 % agar segera mencapai zone aman dalam mengatasi krisis ekonomi . untuk itu Indonesia membutuhkan invetasi, untuk membiayai pembangunan pada berbagai bidang, tetapi invetasi yang diperoleh bukan saja untuk memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi yang lebih penting juga menjaga kelangsungan hidup demokrasi yang telah berlangsung di Indonesia saat ini. Disamping itu menciptakan kelompok pembaru dalam masyarakat sebagai pengawal demokrasi, melalui pelaksanaan pendidikan yang berkualiatas dan mampu menjawab tuntutan reformasi dan pembangunan. Dalam hubungan dengan IMF dan bank dunia kebijakan ekonomi Indonesia harus dilakukan secara proporsianal, sehingga tidak membuat ketergantungan Indonesia yang lebih tinggi terhadap dunia luar.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Anwar Syah dan Theresa Thompson, Implementing Decentralized local.
governance ; A Threacherous road with potholes, detaour
and road closures.
2. Boediono, Dimensi Ekonomi Politik Pembangunan Indonesia.
3. Wim Poli (2008) Artikel Perekonomian dan Strategi Pembangunan.
4. http://www.csis.or.id/working_paper/wp06. tentang peranan kepentingan
dalam mekanisme pasar dan penentuan kebijakan ekonomi
Indonesia.
5. Stiglitz (2000), What I learned at The World Economics Crisis, New Republic
6. Visi dan Arah Pembangunan Jangka panjang (PJP) tahun 2005-20025.
Oleh Kantor menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional tahun 2003.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar