Sabtu, 07 Maret 2009

PERANAN PERIKANAN LAUT DALAM PEREKONOMIAN MALUKU

PERRANAN PERIKANAN LAUT DALAM PEREKONOMIAN MALUKU

Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan dengan jumlah pulau 18.160 pulau. Indonesia juga dikenal sebagai Negara maritim dimana tiga perempat wilayahnya adalah lautan. Luas wilayah laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi, termasuk zone ekonomi eksklusif (ZEE) yang meliputi 75 % dari luas wilayah. Sedangkan luas daratan hanya 1, 9 juta kilometer persegi atau 25 % dari luas wilayah Indonesia. Namun sayangnya pembangunan di Indonesia belum berorientasi kelaut. Pembangunan lebih benyak mengeksploitasi potensi alam didarat, sehingga menimbulkan permasalahan baru yang cukup serius yaitu pemanasan global. Akibatnya menimbulkan dampak lingkungan yang sangat serius. Oleh karena itu Indonesia sebagai Negara maritim sudah seharusnya memberdayakan potensi sumbar daya laut bagi kesejahteraan masyarakat. Potensi ekosistem pesisir dan lautan di Indonesia meliputi 2/3 dari total wilayah territorial Indonesian dengan potensi sumber daya hayati laut yang sangat besar. Namun sayangnya kegiatan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan baru sekitar 2,21 % atau 9 % dari Product Domestic Bruto Nasional Padahal negera-negara dengan potensi laut yang jauh lebih kecil seperti Norwegia, Thailand, Philipina dan Jepang justru memberikan konstribusi yang lebih besar berkisar 25-60 % dari PDB Nasional Negara mereka masing-masing. Sebenarnya Indonesia memiliki daya saing (competitive adventage) yang tinggi disektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan potensi perikanan dan kelautan yang dimiliki. Industri disektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward lingkage) yang kuat dengan industri lainnya. Sumber daya disektor kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui (renewable resources), sehingga dapat bertahan dalam jangka panjang, asalkan diikuti dengan pengelolaan yang arif dengan berwawasan kelestarian. Sedangkan investasi disektor ini memberikan efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana dicerminkan Incremental capital output ratio (ICOR) yang rendah 3,4 dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi pula. Hal itu diperlihatkan oleh Incremental Labor Output ratio (ILOR) sebesar 7-9 komoditas unggulan.
Potensi perikanan Indonesia 6,6 juta ton pertahun ternyata belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi ikan meliputi ikan pelagis seperti tuna 1,16 juta ton. Pelagis kecil seperti kembung 3,6 juta ton. Sedangkan ikan domersial yang hidup didasar perairan mencapai 1,36 juta ton pertahun. Potensi perikanan Indonesia tersebar pada 9 wilayah perairan utama Indonesia yaitu selat malaka, laut Cina selatan, laut Jawa, selat Makasar, laut Flores, Laut Banda, Laut Seram, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, samudera pasifik, laut Arafura dan Samudera Hindia. Selama kurun waktu antara tahun 2004 - 2006 menunjukkan peningkatan produksi rata-rata 5,21%/tahun. Produksi perikanan tahun 2004 sebesar 5,11 juta ton dan tahun 2006 meningkat menjadi 5,95 juta ton. Memang sebagian besar produksi tersebut berasal dari perikanan tangkap di laut. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2004 mencapai 5,11 juta ton (80,52%) dan tahun 2006 meningkat menjadi 4,73 juta ton (79,49%) atau naik rata-rata 4,76%/tahun.
Berdasarkan data FAO tahun 1994, Indonesia berada di urutan ke-7 negara produsen perikanan dunia. Enam negara produsen perikanan besar di dunai secara berurutan adalah Cina, Peru, Jepang, Chili, AS dan India. Namun produksi ikan Indonesia pada tahun 2006 sebesar 5,6 juta ton menempatkan pada posisi ke-6 dengan menggeser India. Dari sisi devisa negara, sumbangan eskpor hasil perikanan di tahun 2006 mencapai 565.757 ton senilai 1,57 miliar dolar AS (setara Rp 13,502 triliun).
Salah satu daerah yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pembangunan sektor perikanan di Indonesia adalah Provinsi Maluku. Provinsi Maluku adalah provinsi kepulauan dengan luas wilayah 712.479,65 km2, terdiri dari 93,5 % luas perairan (666,139,85 km2) dan 6,5 % luas daratan (46.339,8 km2). Sedangkan total jumlah pulau yang teridentifikasi di Maluku mencapai 1.340 buah. Pulau besar hanya 4 buah yaitu pulau Seram dengan luas 18.625 km2, pulau Buru luas 9.000 km2, Yamdena luas 5.085 km2 dan pulau Wetar luas 3.624 km2. Hal ini membuktikan bahwa sekitar 21,59 % luas daratan disumbangkan oleh 1.336 pulau kecil di Maluku . sedangkan potensi panjang garis pantai mencapai 10.630,1 km.
Maluku merupakan provinsi kepulauan bersama 6 provinsi lainnya di Indonesia, yakni provinsi kepulauan Aru, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Maluku Utara. Sesuai SK Gubernur Maluku No. 288 tahun 2002 secara administrasi wilayah Maluku terbagi atas kabupaten Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Buru, Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Aru, Kota Ambon, Kota Tual dan dua kabupaten baru yang baru dimekarkan yakni kabupaten Buru Selatan dan kabupaten Maluku Barat Daya. Dengan demikian Maluku saat ini telah memiliki 11 kabupaten/kota. Sejak tahun 2002 provinsi Maluku dimekarkan menjadi dua provini yakni provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Perairan Maluku memiliki sumber daya perikanan yang potensial, dan terdiri atas dua kelompok jenis sumber daya hayati laut yaitu kelompok ikan (fishes) dan kelompok bukan ikan (non fishes) seperti udang, rumput laut, batu laga, teripang dan lain-lain. Penyebaran potensi perikanan tidak merata, tetapi membentuk jalur pergerakan ikan atau migrasi ikan. Hal itu karena laut Maluku merupakan pertemuan antara dua samudera terbesar didunia yakni samudera pasifik dan samudera hindia. Migrasi ikan dari Negara lain masuk ke perairan Maluku dan membentuk jalur pergerakan ikan. Berdasarkan hasil kajian badan riset Departemen kelautan dan perikanan bekerjama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ternyata potensi sumber daya perikanan Maluku tercatat 2,7 juta ton pertahun berupa standing stock. Sedangkan potensi lestari atau maximum sustainable yield sampai tahun 2004 sebanyak 1.640 juta ton/tahun. Dari jumlah tersebut potensi perikanan Maluku yang telah dimanfaatkan sampai tahun 2004 sebanyak 427.735, 5 ton atau 25,9 % dari potensi lestari. Pemanfaatan potensi perikanan Maluku meliputi kegiatan penangkapan, budidaya dan penangkapan diperairan umum. Khusus untuk menangkapan dilaut sampai tahun 2004 mencapai 424.735,5 ton dan budidaya perikanan laut sebesar 2.893,5 ton. Penangkapan diperairan umum tercatat 55,8 ton. Penangkapan ikan meliputi ikan pelagis sebesar 104.719,1 ton (12,8 %) yang meliputi ikan tuna 11.853 (23,6%) dan cakalan 28.799.5 ton (31 %). Sedangkan ikan domersial sebesar 25.140,8 ton (6,4%). Lokasi yang diidentifikasi memiliki potensi perikanan yang cukup besar berada diperairan arafura, laut banda, laut seram dan perairan tual. Laut Arafura menyimpan potensi ikan mencapai 771.500 setiap tahun. Potensi ikan tangkap di Maluku secara keseluruhan mencapai 1.640.030 ton pertahun atau 29,15 % dari keseluruhan potensi perikanan Maluku.
Kalau dilihat dari nilai produksi perikanan di Maluku, sumber daya dominan dikelompokan dalam jenis ikan yang bernilai di atas Rp. 10 milyar. Untuk kelompok udang nilai produksi di atas Rp. 2 milyar. Binatang berkulit keras nilai produksi mencapai Rp. 750 juta. Sedangkan kelompok binatang berkulit lunak nilai produksi di atas Rp. 4 milyar.
Table 1.1. menunjukan bahwa kelompok ikan yang dominan sebanyak 17 jenis. Yang sangat menonjol adalah ikan kakap putih dengan nilai produksi di atas Rp. 50 milyar. Kelompok udang-udangan yang dominan adalah udang windu dengan nilai produksi di atas Rp. 11 milyar. Sedangkan binatang berkulit keras yang paling dominan adalah kepiting dengan nilai produksi di atas Rp. 1 milyar. Binatang berkulit lunak yang lebih dominan adalah teripang dengan nilai produksi lebih dari Rp. 79,345 milyar. Sedangkan rumput laut nilai produksi mencapai lebih dari Rp. 1,658 milyar.
Gambaran tentang potensi sumber daya perikanan dominan juga diekspresikan secara spasial berdasarkan pembagian wilayah perikanan di Maluku yang meliputi Wilayah Pengembangan Laut Seram, Wilayah Pengembangan Laut Banda, dan Wilayah Pengembangan Laut Arafura, sesuai Surat Keputusan Menteri Perikanan nomor 995 tahun 1999. Potensi sumber daya perikanan pada masing-masing wilayah pengembangan memberikan indikasi bahwa sumber daya ikan di Provinsi Maluku cukup tersedia. Potensi perikanan di wilayah tangkapan laut banda menggambarkan bahwa potensi perikanan di laut Banda didominasi oleh jenis ikan pelagis besar dan kecil. Jenis pelagis besar yang dominan adalah ikan tuna dengan potensi 21.300 ton per tahun. Cakalang potensi mencapai 38.400 ton/tahun, dan ikan tongkol 22.200 ton/tahun. Sedangkan pelagis kecil mencapai lebih dari 132.000 ton/tahun. Secara keseluruhan potensi perikanan di Laut Banda Mencapai 248.400 ton/tahun. Disamping itu laut banda juga kaya akan potensi ikan hias mencapai 226.100 ton/tahun. Hal itu karena Laut Banda memiliki taman laut yang indah untuk tujuan wisata. Sedangkan potensi ikan di wilayah pengembangan Laut Arafura menggambarkan bahwa potensi ikan di Laut Aru didominasi oleh ikan pelagis kecil yang mencapai 468.700 ton/tahun. Sedangkan ikan pelagis besar yang dominan yaitu cakalang sebanyak 17.500 ton/tahun, tongkol 15.400 ton/tahun, dan tuna 9.000 ton/tahun. Sedangkan jenis ikan demersial cukup tinggi mencapai 246.800 ton/tahun. Secara keseluruhan potensi perikanan di Laut Arafura mencapai 792.100 ton/tahun. Sedangkan potensi ikan hias relative kecil dibanding yang terdapat di wilayah pengembangan laut banda. Sementara itu potensi perikanan di wilayah pengembangan Laut Seram menunjukkan bahwa potensi perikanan yang dominan di laut Seram dan sekitarnya mencapai 587.000 ton/tahun. Jenis ikan yang dominan adalah ikan cakalang mencapai 55.500 ton/tahun, ikan tuna 19.900 ton/tahun dan ikan tongkol 15.000 ton/tahun. Potensi ikan pelagis kecil juga cukup tinggi mencapai 378.800 ton/tahun. Sedangkan potensi udang relative rendah hanya 1.200 ton/tahun. Sementara potensi ikan hias cukup tinggi mencapai 270.400 ton/tahun. Dari ketiga wilayah pengembangan perikanan di Maluku potensi sumber daya perikanan yang dimiliki mencapai 2,7 juta ton/tahun. Namun dari potensi tersebut yang baru dimanfaatkan sampai tahun 2004 sebanyak 427.735 ton/tahun atau 25,9 % dari potensi lestari. Potensi perikanan Maluku meliputi perikanan laut berupa kegiatan penangkapan, budidaya, dan penangkapan di perairan umum, serta perikanan darat. Khusus untuk penangkapan di laut telah mencapai 424.735 ton/tahun dan budidaya perikanan laut 2.893 ton/tahun, serta penangkapan di perairan umum 55,8 ton/tahun. Proses penangkapan meliputi ikan pelagis besar dan pelagis kecil, ikan demersial dan jenis udang-udangan. Lokasi yang diidentifikasi menjadi primadona penangkapan ikan yang dominan terdapat di perairan laut Arafura, laut Banda dan laut Seram. Laut Arafura menyimpan potensi tangkapan terbesar yaitu 792.100 ton/tahun, diikuti laut Seram 587.000 ton/tahun dan laut Banda 248.400 ton/tahun.
Sedangkan luas wilayah tangkapan di wilayah perairan Maluku mencapai 1,3 juta km2 yang terdiri atas 0,95 juta km2 untuk penangkapan ikan pelagis dan 0,34 km2 untuk wilayah penangkapan ikan demersial. Potensi perikanan yang cukup besar ini dan luasnya wilayah tangkapan memerlukan investasi yang besar untuk pengelolaannya. Namun sayangnya Provinsi Maluku masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan sektor perikanan, karena terbatasnya dana pemerintah. Oleh karena itu perlu melibatkan investasi swasta baik dalam negeri maupun investasi asing. Kebutuhan investasi dalam jumlah besar tidak dapat dihindari apabila sektor perikanan di daerah ini hendak dikembangkan.
Setelah krisis ekonomi dan konflik sosial di Maluku, berakhir tahu 2002, investasi sektor perikanan mulai meningkat. Pada tahun 2002 para investor mulai melirik sektor perikanan. Hal ini ditandai dengan masuknya investasi baru sebesar Rp. 15,125 milyar. Pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp. 974,2 milyar atau mendekati Rp. 1 trilium. Pada tahun 2005 peningkatan investasi sektor perikanan cukup besar mencapai Rp. 2,18 trilium. Perkembangan investasi sektor perikanan terhadap sektor lain dapat dilihat bahwa sektor perikanan di Maluku memberikan konstribusi yang sangat besar bagi peningkatan investasi perikanan di Maluku secara keseluruhan. Dari realisasi investasi tahun 2005 sebesar Rp. 3,25 trilium, sektor perikanan justru memberikan konstribusi yang sangat besar yaitu Rp. 2,18 trilium dengan jumlah tenaga kerja terbanyak yakni 4.558 orang.
Sementara itu ekspor hasil perikanan memberikan trend yang meningkat dari tahun ketahun. Kalau pada tahun 1984 volume ekspor perikanan Maluku baru mencapai 3.400 ton, maka 20 tahun kemudian sampai tahun 2004 ekspor hasil perikanan meningkat cukup signifikan dan mencapai 316.531,38 ton dengan nilai ekspor US $ 46.249.850,-. Namun kenaikan ekspor tersebut tidak stabil. menggambar bahwa kenaikan ekspor hasil perikanan tidak stabil, seiring dengan terjadi konflik sosial dan krisis ekonomi yang melanda Provinsi Maluku. Kalau pada tahun 1998 ekpor hasil perikanan mencapai 171.243,42 ton, menurun pada tahun 1999 menjadi 137.446,84 ton. Namun penurunan volume ekspor hanya terjadi selama dua tahun yaitu pada tahun 1999 dan tahun 2000. Pada tahun 2001 ekspor hasil perikanan kembali meningkat menjadi 124.535,09 ton atau meningkat 12,6 %, dengan nilai ekspor US $ 66.389.030. Jumlah tersebut terus meningkat pada tahun 2002 menjadi 146.617,79 ton, dan tahun 2003 sebesar 286.063,47 ton. Sedangkan pada tahun 2004 meningkat mencapai 316.531,38 ton dengan nilai ekspor US $. 46.246.850.
Kenyataan memang sangat mendesak mengingat jumlah ekspor ikan secara regional maupun nasional terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut laporan World Trade Organization (WTO) menyebutkan ekspor produk perikanan telah meningkat dari US $ 15 milyar tahun 1980 an menjadi US $ 56 milyar pada tahun 2.000 an. Pada kurung waktu tersebut share negara-negara berkembang terhadap total ekspor dunia meningkat dari 40 % menjadi 50 %. Namun seiring dengan peningkatan peran ekspor perikanan di pasar global, industri perikanan justru mengalami krisis yang ditandai dengan menurunnya kemampuan sumber daya untuk memenuhi permintaan dunia. Dalam review terakhir mengenai kondisi sumber daya perikanan global FAO memperkirakan 47 % sumber daya perikanan dunia telah mengalami fully exploited, dimana 19 % dinyatakan over-exploited dan 9 % sudah berada posisi terkuras (depleted). Sementara itu menurut laporan Dinas Perikanan Maluku produksi perikanan baru mencapai 25,9 %. Ini berarti produksi perikanan masih dapat ditingkatkan. Selain itu pemanfaatan Zone Eckonomic Exclusive (ZEE) di daerah Maluku masih relative rendah, apalagi terjadi illegal fishing atau penangkapan ikan secara illegal oleh kapal-kapal ikan asing.
Menurut Kamaluddin (2002) rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan pada Zone Ekonomi Eksklusif mengidentifikasikan ketidakgigihan bangsa Indonesia. Khususnya pemerintah dan masyarakat Maluku menjadikan laut sebagai bagian dari masa depan bangsa. Areal penangkapan ikan tidak terjamah oleh nelayan Maluku telah menjadi lahan yang subur bagi kegiatan penangkapan ikan secara illegal. Penangkapan ikan secara illegal oleh nelayan-nelayan asing setiap tahun bisa mencapai 2 juta ton setara US $ 2 milyar/tahun. Berdasarkan laporan Dinas Perikanan Maluku terdapat lebih dari 1.400 kapal yang beroperasi di perairan laut Arafura. Namun jumlah yang beroperasi dilapangan ternyata jauh lebih besar dibanding yang terdaftar secara resmi. Menurut catatan Tuhepaly (2006) kapal-kapal ikan yang melakukan penangkapan ikan secara illegal peling banyak ditemukan di wilayah Zone Ekonomi Eksklusif yang pengawasannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Kapal-kapal tersebut kebanyakan berasal dari Thailand, Korea Selatan, Philipina, dan sejumlah Negara lain. Namun demikian kondisi perikanan Maluku masih jauh dari kondisi kelebihan tangkap. Oleh karena itu perlu dijaga kelestariannya agar tidak terjadi over fishing. Kelebihan tangkap berdampak pada pemusnahan jenis ikan yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi sosio ekonomi. Gejala tersebut dalam jangka panjang akan menyebabkan pemiskinan nelayan tradisional, yang kebanyakan bermukim pada daerah-daerah pesisir. Akibatnya sumber daya perikanan pada zone terdekat akan banyak terkuras. Kenyataan yang dihadapi Maluku saat ini adalah terjadinya eksploitasi sumber daya perikanan yang tidak memperhitungkan kelestarian. Misalnya penggunaan pukat harimau oleh kapal-kapal ikan modern. Kapal-kapal tersebut hanya memilih jenis ikan tertentu yang bernilai ekonomi tinggi untuk pasaran nasional maupun internasional. Sedangkan jenis ikan yang tidak dibutuhkan langsung dibuang kembali kelaut dalam keadaan mati. Hal seperti ini memang sulit dideteksi, karena luasnya wilayah perairan Maluku dan terbatasnya sarana pengawasan oleh TNI Angkatan Laut.
Pembangunan berbasis perikanan seharusnya dapat dijadikan pendorong utama bagi pembangunan nasional, karena memiliki sumber daya yang melimpah. Industri yang berbasis sumber daya perikanan dan kelautan memeliki keterkaitan yang sangat kuat dengan industri lainnya. Sedangkan pada sisi lain sumber daya perikanan dan kelautan senantiasa dapat diperbaharui, sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Dengan demikian sumber daya perikanan dan kelautan dapat dijadikan sebagai sektor andalan untuk memperkuat devisa Negara. Namun sumbangan sektor ini belum memberikan konstribusi yang berarti bagi produk domestik bruto Indonesia.
Menurut Syaukani (2004) bahwa ditetapkannya sektor perikanan sebagai komoditas andalan atau prime mover ekonomi nasional. Perkembangan perekonomian dunia yang terjadi dewasa ini telah mendorong perkembangan pasar, mengubah hubungan produksi, finansial, investasi dan perdagangan, sehingga kegiatan ekonomi dan orientasi dunia usaha tidak hanya terbatas pada lingkup nasional saja tetapi telah bersifat internasional. Kendati Maluku memiliki potensi perikanan laut yang cukup besar, namun belum dapat dijadikan sebagai prime mover yang dapat mendorong perkembangan ekonomi sektor-serktor lain. Keterkaitan antar sektor masih rendah. Oleh karena itu penulis mencoba meneliti keterkaitan antara sektor perikanan laut sebagai sektor unggulan di Maluku dengan sektor industri. Hal itu agar dapat diambil kebijakan yang tepat bagi pemgembangan sektor perikanan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan perluasan kesempatan kerja di Maluku. Untuk itu disertasi ini bertujuan untuk melihat pernan sektor perikanan laut terhadap pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan kesempatan kerja di Provinsi Maluku.
sektor perikanan di Maluku mempunyai potensi sumber daya yang cukup besar, namun belum dikelola secara optimal. Keterkaitan antar sektor ekonomi melum mampu menjadi prime mover perekonomian. Sampai sekarang konstribusi atau share sektor tersebut terhadap PDRB daerah masih rendah. Dengan demikian terjadi trade off yaitu disatu pihak potensinya cukup besar, tetapi sharenya terhadap perekonomian rendah. Oleh karena itu perikanan laut perlu dikembangkan secara baik dan terencana agar benar-benar berperan sebagai sektor pioritas atau unggulan di Provinsi Maluku.
Apabila sektor perikanan dikembangkan, diharapkan dapat menarik dan mendorong sektor-sektor lain untuk secara bersama-sama menjadi motor penggerak perekonomian. namun demikian sampai sekarang ini belum diketahui seberapa besar daya tarik dan daya dorong sektor perikanan.
Sehubungan dengan hal itu apabila sektor perikanan laut dikembangkan menjadi sektor unggulan, maka sejak dari sekarang sudah perlu diketahui aktivitas mana yang perlu mendapat pioritas, agar pengembangannya dapat memberikan peranan yang nyata terhadap perekonomian daerah. Keterkaitan antar sektor perlu menjadi landasan pijak proses pengambilan keputusan yang tepat bagi pembangunan ekonomi Maluku secara keseluruhan.

2 komentar:

  1. thx... bermanfaat banget, sangat membantu tp ada baiknya pake data-data yg up to date (2005-2009). lanjutkan .... (^,^)

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks. adik rakalela artikel sudah lama. belum diupdate. thanks atas perhatian dan koreksinya.

      Hapus